Thalhah bin Ubaidillah bernama lengkap Thalhah bin Ubaidillah bin Usman bin Kaab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah, al-Qurasyi at-Taimi al-Makki dan al-Madani, Thalhah merupakan sahabat Rasulullah yang berasal dari suku Quraisy. Karena perjuangan memeluk dan menegakkan syariat Islam, Thalhah bin Ubaidillah diizinkan masuk surga oleh Allah SWT.
Thalhah bin Ubaidillah menghabiskan hartanya untuk kebaikan dan membela islam serta menolong mereka yang membutuhkan. Ia sangat dermawan, sudah begitu banyak manfaat yang ia berikan untuk orang lain sehingga tidak sedikit orang yang mengapresiasikan kedermawannya tersebut. Thalhah merupakan sosok yang selalu turun dalam perang jihad, melindungi Rasulullah, membela dakwahnya, serta menyebarkan risalhanya.
Sahabat Al-Hilal, tahukah kalian jika Thalhah bin Ubaidillah merupakan seorang pria yang begitu sangat mencintai istri Rasulullah SAW yakni Aisyah. Tetapi disisi lain, Thalhah pun merupakan sepupu dari Aisyah.
Diriwayatkan Ibn Abi Hatim dari Ibn Sa’ad yang bersumber dari Abu Bakar ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm, dan ditulis oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul diceritakan bahwa suatu hari Thalhah sedang berbincang dengan Aisyah, istri Muhammad SAW yang sangat ia cintai.
Ketika ia sedang berbincang dengan Aisyah, Rasulullah datang dengan menunjukkan wajah tidak suka. Rasulullah cemburu, saat itu Rasulullah langsung meminta Aisyah untuk masuk ke dalam kamar tetapi tidak terang-terangan, Rasulullah menggunakan Bahasa isyarat, Aisyah mengerti.
Atas kejadian tersebut Thalhah merasa malu, ia berpamitan sambal bergumam dalam hati hingga bersumpah untuk menunggu Muhammad sampai wafat demi menikahi Aisyah. “Beliau melarangku berbincang dengan Aisyah. Padahal ia adalah sepupuku. Demi Allah, jika beliau telah wafat, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar Aisyah.”
Atas perkataan Thalhah tersebut, Allah SWT menurunkan firmanNya dalam QS Al-Ahzab ayat 53 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ketika surat itu dibacakan dan Thalhah mendengar surat tersebut, ia menangis, ia malu kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Setelah mendengar surat tersebut, Thalhah mewujudkan cintanya yang besar kepada Aisyah itu dengan hal yang lebih berguna, seperti menyumbangkan hartanya, memerdekakan budaknya, serta menunaikan umrah dengan berjalan kaki sebagai bentuk taubatnya.
Sahabat Al-Hilal, seiring berjalannya waktu Thalhah pun dikaruniai oleh cinta yang lainnya ketika cintanya kepada Aisyah tak sampai. Ia menikahi seorang wanita, dalam pernikahannya ia dikaruniai seorang putri cantik yang ia namai Aisyah binti Thallhah.