Suku Togutil (atau dikenal juga sebagai Suku Tobelo Dalam) adalah kelompok / komunitas etnis yang hidup di hutan-hutan secara nomaden di sekitar hutan Totodoku, Tukur-Tukur, Lolobata, Kobekulo dan Buli yang termasuk dalam Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Yang perlu diingat, Orang Togutil sendiri tak ingin disebut “Togutil” karena Togutil bermakna konotatif yang artinya “terbelakang”.
Kehidupan mereka masih sangat tergantung pada keberadaan hutan-hutan asli. Mereka bermukim secara berkelompok di sekitar sungai. Komunitas Togutil yang bermukim di sekitar Sungai Dodaga sekitar 42 rumah tangga. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu dan beratap daun palem sejenis Livistonia sp. Umumnya rumah mereka tidak berdinding dan berlantai papan panggung.
Suku Togutil yang dikategorikan suku terasing tinggal di pedalaman Halmahera bagian utara, tengah, dan Timur menggunakan bahasa Tobelo sama dengan bahasa yang dipergunakan penduduk pesisir, orang Tobelo.
Kehidupan Orang Togutil sesungguhnya amat bersahaja. Mereka hidup dari memukul sagu, berburu babi dan rusa, mencari ikan di sungai-sungai, di samping berkebun. Mereka juga mengumpulkan telur megapoda, damar, dan tanduk rusa untuk dijual kepada orang-orang di pesisir. Kebun-kebun mereka ditanami dengan pisang, ketela, ubi jalar, pepaya dan tebu.
Khususnya masyarakat Togutil yang tinggal di desa Patlean, Halmahera Timur, mereka hidup di hutan dan rumah merekapun juga masih sangat sederhana dan jauh dari keramaian kota, sehingga permukiman mereka masih gelap apalagi bila malam tiba. Seiring perkembangan interaksi dan komunikasi antar sesama, masyarakat suku Togutil mulai mengenal dunia luar.
Sebagian dari mereka ada yang mulai mengenal Islam dan belajar mengaji. Namun karena keberadaan guru dan ustadz sangat jarang sehingga mereka belajar dan mengaji dilakukan sebulan sekali, itupun bila guru dan ustadz yang biasa mengajarkan islam kepada mereka datang. Keterbatasan al-qur’an pun menjadi kendala suku tugotil untuk mempelajari al-qur’an. Untuk itu kami akan mendistribusikan al-qur’an ke suku togutil. Supaya mereka dapat belajar al-qur’an dengan baik dan benar.
Belum lagi karena rumah-rumah mereka yang terletak di hutan pastinya banyak kendala untuk bisa sampai ke perkampungan mereka, jalan yang masih becek seperti kubangan, suasana perkampungan yang gelap gulita karena belum tersentuh pembangun dan aliran listrik dari PLN.
Untuk penerangan setiap malam tiba mereka mengandalkan lampu minyak bagi yang mempunyai uang lebih itupun hanya segelintir orang, sisanya tidak menggunakan penerangan alias berselimutkan pekatnya kegelapan malam.