Laz Al Hilal, Bandung – Al Quran merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah Ta’ala sebagai petunjuk hidup manusia yang penuh dengan kemuliaan.
Jangankan mengamalkan, membacanya saja banyak pahala yang bisa didapatkan. Lantas, bolehkah wanita yang datang bulan atau haid membaca mushab Al Quran? Berikut penjelasan Muballigh Ahli Fiqih, Ustaz Muhammad Shiddiq Al Jawi.
Dilansir dari fissilmi-kaffah.com, Ustaz Muhammad Shiddiq Al Jawi mengungkapkan, para ulama berbeda pendapat apakah wanita yang sedang haid boleh membaca Al Quran.
Namun, secara garis besar ada dua pendapat. Pertama, mengharamkan. Ini pendapat jumhur (mayoritas) ulama, yaitu mazhab Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal.
Dalilnya, hadits Ibnu Umar RA bahwa Nabi SAW bersabda, ”Janganlah wanita haid dan orang junub membaca sesuatu dari Al Quran.” (laa taqra`ul haa`idhu wa laa al junubu syai`an minal qur`an) (HR Tirmidzi no 131; Ibnu Majah no 596).
Kedua, membolehkan (tapi tanpa menyentuh mushaf Al Quran). Ini pendapat mazhab Maliki dan Zahiri. Dalilnya karena hadits Ibnu Umar RA di atas yang dijadikan dalil pengharaman oleh jumhur ulama, dinilai sebagai hadits dhaif (lemah).
Imam Syaukani dalam Nailul Authar menjelaskan sebagian ulama seperti Imam Bukhari dan Imam Baihaqi mendhaifkan hadits Ibnu Umar tersebut. Karena dalam sanadnya ada perawi bernama Isma’il bin ‘Ayyasy yang riwayat-riwayat haditsnya dari ulama Hijaz dinilai lemah, dan hadits Ibnu Umar ini adalah salah satunya. (Imam Syaukani, Nailul Authar, 1/187).
Di samping dalil itu, dalil lainnya adalah karena Nabi SAW selalu membaca Al Quran dalam segala keadaan kecuali dalam keadaan junub. Dari ‘Ali bin Abi Thalib RA, bahwasanya,
”Tidaklah menghalangi beliau (Nabi SAW) sesuatu dari Al Quran selain junub.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah, hadits shahih). (Imam Nawawi, Al Majmu’, 2/185; Qadhi Shafad, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A`immah, hlm. 23; Ahmad Salim Malham, Faidhur Rahman fi Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Al Khashash bi Al Quran, hlm. 78; Imam Syaukani, Nailul Authar, 1/187-188).
Jadi, yang menjadi sumber utama ikhtilaf adalah penilaian terhadap hadits Ibnu Umar di atas. Sebagian ulama seperti Imam Bukhari dan Imam Baihaqi menilai hadits itu dhaif sehingga berpendapat wanita haid boleh membaca Al Quran.
Sedang sebagian ulama lainnya seperti Imam Syaukani dan Imam Al Mundziri tidak menilainya sebagai hadits dhaif, tapi hadits hasan, sehingga mengharamkan wanita haid membaca Al Quran. (Ahmad Salim Malham, ibid, hlm. 97).
Pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat jumhur ulama yang mengharamkan wanita haid membaca Al Quran, karena 2 (dua) alasan pentarjihan.
Pertama, hadits Ibnu Umar RA di atas lebih tepat dihukumi sebagai hadits hasan, bukan hadits dhaif. Karena Isma’il bin ‘Ayyasy sebenarnya adalah periwayat hadits yang tsiqah, yakni memiliki sifat adalah (bukan fasik) dan dhabith (kuat hapalan), sehingga haditsnya layak dijadikan hujah.
Imam Syaukani dalam kitabnya As Sailul Jarar berkata, ”Penilaian lemah terhadap Ismail bin ‘Ayyasy tertolak, karena haditsnya diriwayatkan juga melalui jalan periwayatan lainnya, dan dia (Ismail bin ‘Ayyasy) juga tidak dapat dinilai cacat yang mengakibatkan haditsnya tidak layak menjadi hujah.” (Imam Syaukani, As Sailul Jarar, hlm. 68).
Imam Al Mundziri berkata, ”Hadits Ibnu Umar ini adalah hadits hasan. Isma’il bin ‘Ayyasy memang telah diperbincangkan oleh para ulama, namun sejumlah imam telah memuji dia
[menganggapnya tsiqah].” (Imam Ramli, Nihayatul Muhtaj, 1/220-221).
Syekh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq-nya terhadap Sunan Tirmidzi berkata, ”Ismail bin ‘Ayyasy adalah periwayat hadits yang tsiqah…” (Ahmad Muhammad Syakir, Sunan At Tirmidzi bi-tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, 1/237-238). (Lihat : Ahmad Salim Malham, Faidhur Rahman fi Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Al Khashash bi Al Quran, hlm. 92-93).
Kedua, keharaman wanita haid membaca Al Quran dapat juga didasarkan pada hadits lain, yaitu hadits dari Ali bin Abi Thalib RA di atas yang statusnya shahih yang mengharamkan orang junub membaca Al Quran.
Setelah menyebutkan hadits tersebut, Imam Ibnu Qudamah berkata, ”Jika telah terbukti hal ini (keharaman membaca Al Quran) bagi orang junub, maka keharamannya bagi wanita haid lebih utama, karena hadatsnya wanita haid lebih kuat. Maka dari itu wanita haid haram digauli, dilarang sholat dan gugur sholatnya, dan orang junub sama dengan wanita haid pada semua hukum-hukumnya.” (Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 1/193). Kesimpulannya, wanita yang sedang haid haram membaca Al Quran. Hanya saja jika tak diniatkan membaca, tapi diniatkan untuk berdzikir atau berdoa, hukumnya boleh. Misalnya membaca basmalah saat hendak makan atau membaca hamdalah setelah makan dan sebagainya. (Imam Nawawi, Al Majmu’, 2/163). Wallahu a’lam.
Informasi & Call Center
🌐 Website: www.alhilal.or.id
☎ Telepon: 022-2005079
📱 WA: 081 2222 02751